Breaking News
Loading...
Monday, 22 August 2016

Info Post
 
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Kelenjar tiroid yang terletak tepat di bawah laring sebelah kanan dan kiri depan trakea, mensekresi tiroksin (T4), triiodotironi (T3), yang mempunyai efek nyata pada kecepatan metabolisme tubuh. Kelenjar ini juga menyekresikalsitonin; suatu hormon yang penting untuk metabolisme kalsium. Tidak adanya sekresi tiroid sama sekali biasanya menyebabkan laju metabolisme turun sekitar 40% di bawah normal dan sekresi tiroksin yang berlebihan sekali dapat menyebabkan laju metabolisme basal meningkat setinggi 60 sampai 100 persen di atas normal. Sekresi tiroid terutama di atur oleh hormon perangsang tiroid yang di sekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
         Hormon yang paling banyak di sekresi oleh kelenjar tiroid adalah hormon tiroksin. Akan tetapi, juga di sekresitriiodo tironin dalam jumlah sedang. Fungsi kedua hormon ini secara kualitatif sama, tetapi berbeda dalam kecepatan dan intensitas kerja. Triiodotironin kira-kira empat kali kekuatan tiroksin, tetapi terdapat jauh lebih sedikit dalam darah dan menetap jauh lebih singkat. Untuk membentuk tiroksin dalam jumlah normal, di butuhkan makan kira-kira 50 mg yodium setiap tahun, atau kira-kira 1 mg per minggu. Untuk mencagah defisiensi yodium, garam meja yang biasa di iodisasi dengan satu bagian natrium iodida untuk setiap 100.000 bagian natrium klorida.
            Sebelum Perang Dunia II banyak penyelidik di Indonesia menemukan kretin. Abu Hanifah menemukan di daerah Kuantan 0,15% kretin di antara 50.000 penduduk. Pfister (1928) menemukan pada suku Alas 17 kretin, 57 kretinoid dan 11 kasus yang meragukan dari 12.000 penduduk; jumlah semuanya meliputi 0,73%. Eerland (1932) menemukan 126 kretin di Kediri dan banyak kretinoid, sedangkan Noosten (1935) menemukan juga kretin di Bali.
B.  Rumusan Masalah
1.      Apa definisi Hipotiroidisme?
2.      Bagaimana Asuhan Keperawatan Hipotiroidisme?

C.  Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan dan mengembangkan pola fikir secara ilmiah kedalam proses asuhan keperawatan nyata serta mendapatkan pengalaman dalam memecahkan masalah pada gangguan Hipotiroidisme.
2. Tujuan Khusus 
1.      Mendeskripsikan  anatomi fisiologi Hipotiroidisme.
2.      Mendeskripsikan defenisi Hipotiroidisme.
3.      Mendeskripsikan klasifikasi Hipotiroidisme.
4.      Mendeskripsikan etiologi Hipotiroidisme.
5.      Mendeskripsikan patofisiologi Hipotiroidisme.
6.      Mendeskripsikan manefistasi klinis Hipotiroidisme.
7.      Mendeskripsikan komplikasi Hipotiroidisme.
8.      Mendeskripsikan penatalaksanaan Hipotiroidisme.
9.      Mendeskripsikan asuhan keperawatan Hipotiroidisme.
D. Manfaat
1.    Manfaat
         Sesuai dengan penulisan askep yang membahas tentang Hipotiroidisme maka manfaat pada pembuatan makalah ini untuk mengembangkan pengetahuan masyarakat dan perawat Hipotiroidisme.
2.   Manfaat Praktis
a.       Bagi Pembaca
Askep ini bermanfaat bagi pembaca untuk mengembangkan dan paham akan    perawatan Hipotiroidisme.
b.      Bagi Penulis
Dengan melakukan pembutan makalah ini, penulis dapat mengetahui dan memahami secara spesifik tentang Hipotiroidisme.
BAB II
KONSEP MEDIS

A. Anatomi fisiologi
Kelenjar tiroid gondok terletak di leher bawah laring bagian depan kanan dan kiri panjangnya Cuma menyatu digaris tengah dan beratnya kurang dari 20 gram. Kelenjar tiroid berfungsi mengatur metabolism dan bertanggung jawab atas normalnya kerja sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi kelenjar tiroksin (T4) dan mengeluarkan hormone tersebut ke pembuluh darah.
Yodium merupakan unsure penting unsure penting hormone tersebut jika kelenjar tiroid kekurangan yodium maka kelenjar akan bekerja lebih aktif dan membesar. Pada orang sehat kadar hormone T3 dan T4 dipertahankan dalam batas normal oleh TSH. TSH diproduksi oleh kelenjar hipofisis anterior di bagian otak dibelakang mata. Bila kadar hormone tiroid menurun produksi TSH meningkat.

B.    Defenisi
Hipotiroidisme adalah satu keadaan penyakit disebabkan oleh kurang penghasilan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.
Beberapa pasien dengan hipotiroidisme mempunyai kelenjar tiroid yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan atau ablasi radioisotope, atau  akibat destruksi oleh antibody autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Cacat perkembangannya dapat juga menjadi penyebab tidak terbentuknya kelenjar tiroid pada kasus hipotiroidisme kongenital. Goiter dapat terlihat pada pasien hipotiroidisme dengan dapat herediter dalam biosintesis hormone tiroid;  pada penderita seperti ini terjadi peningkatan pelepasan TSH yang menyebabkan pembesaran tiroid goiter dapat juga terlihat pada penderita tiroiditis Hashimoto, suatu penyakit autoimun yang infiltrasi limfosit dan destruksi kelenjar tiroidnya dikaitkan dengan antitiroglobulin atau antibodi mikrosomal sel antiroid. Pasien dengan hipotoidisme sekunder mungkin menderita tumor hipofisis dan defisiensi hormone-hormon trofik hipofisis lainya. 
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tirod kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormone tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema.
Hipotiroidisme terjadi akibat penurunan kadar hormon tiroid dalam darah. Kelainan ini kadang-kadang disebut miksedema.
Hipotiroidisme congenial atau kretinisme mungkin sudah timbul sejak lahir, atau menjadi nyata dalam beberapa bulan pertama kehidupan. Nanifestasi dini kritenisme antara lain ikterus fisiologik yang menetap, tangisan parau, konstipasi, somnolen, dan kesulitan untuk mencapai perkembangan normal. Anak yang menderita hipotiroidisme congenital memperlihatkan tubuh yang pendek; profil kasar, lidah menjulur kkeluar; hidung yang lebar dan rata; mata yang jaraknya jauh; rambut jarang; kulit kering; perut menonjol; dan hernia umbilikalis.
Pemeriksaan radiologi rangka menunjukkan tulang yang mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan, disgenesis spifisis, dan keterlambatan perkembangan gigi. Komplikasi utama dari hipotiroidisme congenial dan hipotiroidisme juvenilis yang tidak diketahui dan tidak diobati adalah retardasi mental. Keadaan ini dapat dicegah dengan memperbaiki hipotiroidisme secara dini. Para ahli medis yang merawat bayi baru lahir dan bayi kecil harus menyadari kemungkinan ini.
C.  Klasifikasi

Secara klinis dikenal 3 hipotiroidisme, yaitu :
1.      Hipotiroidisme sentral, karena kerusakan hipofisis atau hypothalamuS.
2.      Hipotiroidisme primer apabila yang rusak kelenjar tiroid.
3.      Karena sebab lain, seperti farmakologis, defisiensi yodium, kelebihan yodium, dan resistensi perifer.

Yang paling banyak ditemukan adalah hipotiroidisme primer. Oleh karena itu, umumnya diagnosis ditegakkan berdasar atas TSH meningkat dan fT4 turun. Manifestasi klinis hipotiroidisme tidak tergantung pada sebabnya.

Namun, pada Buku Ilmu Kesehatan Anak, hipotiroidisme terbagi atas 2 berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1. Bawaan (kretinisme)
a)      Agenesis atau disgenesis kelenjar tiroidea.
b)      Kelainan hormogonesis
- Kelainan bawaan enzim (inborn error)
- Defisiensi yodium (kretinisme endemik).
- Pemakaian obat-obat anti tiroid oleh ibu hamil (maternal)

2. Didapat
Biasanya disebut hipotiroidisme juvenilis. Pada keadaan ini terjadi atrofi kelenjar yang sebelumnya normal. Panyebabnya adalah :
a.       Idiopatik (autoimunisasi).
b.      Tiroidektomi
c.       Tiroiditis (Hashimoto, dan lain-lain).
d.      Pemakaian obat anti-tiroid.
e.       Kelainan hipofisis.
f.       Defisiensi spesifik TSH

D.     Etiologi
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negative oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena. tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.
Penyakit Hipotiroidisme
1.      Penyakit Hashimoto, juga disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat adanya otoantibodi yang merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal, Penyebab tiroiditis otoimun tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan genetic untuk mengidap penyakit ini. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis. Hashimoto.Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi.
2.      Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme.
3.      Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan. Gondok adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodiurn terjadi gondok karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalarn usaha untuk menyerap sernua iodium yang tersisa dalam. darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan balik.Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa).
4.      Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di negara terbelakang.
5.      Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk mengbancurkan jaringan tiroid. Semua pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi, terutama masa anak-anak, adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapat meningkatkan risiko pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut merangsang proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.
   
E.    Patofisiologi
Kelenjar tiroid membutuhkan iodine untuk sintesis dan mensekresi hormone tiroid. Jika diet seseorang kurang mengandung iodine/ jika produksi dari hormone tiroid. Tertekan untuk alas an yang lain, tiroid akan membesar sebagai usaha untuk kompendasi dari kekerangan hormone. Pada keadaan seperti ini goiter merupakan adaptasi penting pada suatu defisiensi respon untuk meningkatkan respon sekresi pituitary dari TSH. TSH menstimulasi tiroid untuk mensekresi T4 lebih banyak ketika level T4 darah rendah. Biasanya,  kelenjar akan membesar dan itu akan menekan struktur di leher dan dada menyebabkan gejala respirasi disfagia.
Penurunan tingkatan dari hormone tiroid mempengaruhi BMR secara lambat dan menyeluruh. Perlambatan ini terjadi pada seluruh proses tubuh mengarah pada kondisi achlorydria, brakikardi, fungsi pernapasan menurun dan suatu penurunan suatu produksi panas tubuh.
Perubahan yang paling penting menyebabkan penurunan tingkat hormone tiroid yang mempengaruhi metabolism lemak. Ada suatu peningkatan hasil kolesterol dalam serum dan level trigliserida dan sehingga klien berpotensi mengalami aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Akumulasi proteoglikan hidrophilik dirongga interestinal seperti rongga pleura, kardiak dan abdominal sebagai tanda dari miksidema.
Hormone tiroid biasanya berperan dalam produksi sel darah merah, jadi klien dengan tiroidisme biasanya menunjukkan tanda anemia karena pembentukan eritrosit yang tidak optimal dengan kemungkinan kekurangan vitamin B12 dan asam folat.
F.      Manifestasi klinis
Ø  Kekurangan hormon tiroid menyebabkan melambatnya fungsi tubuh. Gejalanya ringan dan timbul secara bertahap, bisa disalahartikan sebagai depresi.
Ø  Ekspresi wajah menjadi tumpul, suara menjadi serak dan berbicara menjadi lambat, kelopak mata menutup dan mata serta wajah menjadi bengkak.
Ø  Banyak penderita yang mengalami penambahan berat badan, sembelit dan tidak tahan terhadap cuaca dingin.
Ø  Rambut menjadi tipis, kasar dan kering; kulit menjadi kasar, kering, bersisik dan menebal.
Ø  Banyak penderita yang mengalami sindroma terowongan karpal.
Ø  Denyut nadi bisa melambat, telapak tangan dan telapak kaki tampak agak oranye (karotenemia) dan alis mata bagian samping mulai rontok.
Ø  Beberapa penderita, terutama yang berusia lanjut, menjadi pelupa, bingung dan pikun.
Jika tidak diobati, pada akhirnya akan terjadi anemia dan gagal jantung.
Ø   Keadaan ini bisa berkembang menjadi stupor atau koma (koma miksedema). Keadaan ini bisa berakibat fatal; pernafasan menjadi lambat, penderita mengalami kejang dan aliran darah ke otak berkurang.
Koma miksedema bisa dipicu oleh:
·         cuaca dingin
·          infeksi
·          trauma
·          obat-obatan (misalnya obat penenang yang menekan fungsi otak).
F.   Komplikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106 oF), dan, apabila tidak diobati, kematian Penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid. Krisis tiroid: mortalitas.

G.  Penatalaksaan
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigi,hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala. Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa diberikan secara intravena.
Tes-tes laboratium yang digunakan untuk memastikan hipotiroidisme antara lain: kadar tiroksin dan dan triyodoronin serum yang rendah, BMR yang rendah, dan peningkatan kolesterol serum. Kadar TSH serum mungkin tinggi mungkin pula rendah, bergantung pada jenis hipotiroidisme. Pada hipotiroidisme primer, kadar TSH serum akan tinggi, sedangkan kadar tiroksin rendah. Sebaliknya, kedua pengukuran tersebut akan rendah pada pasien dengan hipotiroidisme sekunder.
Pengobatan hipotiroidisme antara lain dengan pemberian tiroksin, biasanya dimulai dalam dosis rendah (50 µg/hari), khususnya pada pasien yang lebih tua atau pada pasien dengan miksedema berat, dan setelah beberapa hari atau minggu sedikit demi sedikit ditingkatkan sampai akhirnya mencapai dosis pemeliharaan maksimal 150 µg/hari. Pada dewasa muda, dosis pemeliharaan maksimal dapat dimulai secepatnya. Pengukuran kadar TSH pada pasien hipotiroidisme primer dapat digunakan untuk menentukan manfaat terapi pengganti. Kadar ini harus dipertahankan dalam kisaran normal. Pengobatan yang adekuat pada pasien dengan hipotiroidisme sekunder sebaiknya ditentukan dengan mengikuti kadar tiroksin bebas.
Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah hormone tiroid buatan T4. Bentuk yanglain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan).
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita.
Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormone tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.


H.   PATHWAY


 


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.  Pengkajian
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara lain :
1.     Anamnesis
     Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,   alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
a.       Riwayat Kesehatan
            Keluhan utama klien
            mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh;
1.      Sistem pulmonary : Hipovenilasi, efusi pleura, dipsnea.
2.      Sistem pencernaan : anoreksia, opstipasi, distensi abdomen.
3.       Sistem kardiovaslkuler : Bradikardi, distrimia, cardiomegali.
4.      Sistem musculoskeletal : nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot lambat
5.      Sistem neurologik dan Emosi/psikologis : fungsi intelektual lambat, berbicara lambat dan terbata – bata, gangguan memori.
6.      Sistem reproduksi : perubahan ovulasi, anovulasi, dan penurunan libido.
7.      Metabolik : penurunan metabolism basal, penurunan suhu tubuh, intoleransi terhadap dingin
b.      Riwayat penyakit saat ini
Riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kelenjar teroid yang mengalami atrofi. Perawat harus menanyakan dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk
c.       Riwayat penyakit  dahulu
Kaji riwayat penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi.
d.      Riwayat kesehatan klien dan keluarga.
Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
e.       Kebiasaan hidup sehari-hari seperti :
- Pola makan
- Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
- Pola aktivitas.
f.       Riwayat Psikososial
Klien sangat sulit membina hubungan sosial dengan lingkungannya, mengurung diri. Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari. Kajilah bagaimana konsep diri klien mencakup kelima komponen konsep diri.
2.      Pemeriksaan Fisik
a.       Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat.
b.      Nadi lambat dan suhu tubuh menurun.
c.        Perbesaran jantung.
d.      Disritmia dan hipotensi.
e.       Parastesia dan reflek tendon menurun
3.   Pemeriksaan Penunjang
      - Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum
      - Pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal).




B.  Diagnosa Keperawatan
1.    Pola nafas tidak efektif  berhubungan dengan depresi ventilasi.
2.    Konstipasi berhubungan dengan penurunan fungsi gastrointestinal.
3.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan ATP akibat penurunan metabolisme tubuh.
4.    Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan status kesehataan terhadap adanya pembesaran pada leher.

C.  Intervensi  Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi.

NOC:
vRespiratory status : Ventilation
vRespiratory status : Airway patency
vVital sign Status

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ………..pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:
vMendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed lips)
vMenunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
vTanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
NIC:
·    Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
·    Pasang mayo bila perlu
·    Lakukan fisioterapi dada jika perlu
·    Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
·    Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
·    Berikan bronkodilator :
-…………………..
…………………….
·    Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
·    Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
·    Monitor respirasi dan status O2
v Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
v Pertahankan jalan nafas yang paten
v Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
v Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
v Monitor  vital sign
v Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
v Ajarkan bagaimana batuk efektif
v Monitor pola nafas    


Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Konstipasi berhubungan dengan penurunan fungsi gastrointestinal.

NOC:
v Bowl Elimination
v Hidration
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. konstipasi pasien teratasi dengan kriteria hasil:
v Pola BAB dalam batas normal
v Feses lunak
v Cairan dan serat adekuat
v Aktivitas adekuat
v Hidrasi adekuat
NIC :
Manajemen konstipasi
-          Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi
-          Monitor tanda-tanda ruptur bowel/peritonitis
-          Jelaskan penyebab dan rasionalisasi tindakan pada pasien
-          Konsultasikan dengan dokter tentang peningkatan dan penurunan bising usus
-          Kolaburasi jika ada tanda dan gejala konstipasi yang menetap
-          Jelaskan pada pasien manfaat diet (cairan dan serat) terhadap eliminasi
-          Jelaskan pada klien konsekuensi menggunakan laxative dalam waktu yang lama
-          Kolaburasi dengan ahli gizi diet tinggi serat dan cairan
-          Dorong peningkatan aktivitas yang optimal
-          Sediakan privacy dan keamanan selama BAB


 

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi

Intoleransi aktivitas Berhubungan dengan penurunan ATP akibat penurunan metabolisme tubuh.

NOC :
v  Self Care : ADLs
v  Toleransi aktivitas
v  Konservasi eneergi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil :
v  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
v  Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
v  Keseimbangan aktivitas dan istirahat

NIC :
v  Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
v  Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
v  Monitor nutrisi  dan sumber energi yang adekuat
v  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
v  Monitor respon kardivaskuler  terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
v  Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
v  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
v  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
v  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
v  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
v  Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda,
v  Bantu untuk  mengidentifikasi aktivitas yang disukai
v  Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
v  Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
v  Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri


Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Gangguan body image berhubungan dengan perubahan status kesehataan terhadap adanya pembesaran pada leher.

NOC:
v Body image
v Self esteem
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. gangguan body image
pasien teratasi dengan kriteria hasil:
v Body image positif
v Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
v Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh
v Mempertahankan interaksi sosial

NIC :
Body image enhancement
-          Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya
-          Monitor frekuensi mengkritik dirinya
-          Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit
-          Dorong klien mengungkapkan perasaannya
-          Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu
-          Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil











 
 


DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. 1995. Fisiologi Manusia.  Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku  Kedokteran     EGC.
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wilkinson,Judith M, dan Ahern, Nancy R.2011. BukuSakuDiagnosaKeperawatan :Diagnosa NANDA, Intervensi NIC,KeriteriaHasil NOC.Jakarta:EGC


0 comments:

Post a Comment