BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelenjar
tiroid yang terletak tepat di bawah laring sebelah kanan dan kiri depan trakea,
mensekresi tiroksin (T4), triiodotironi (T3), yang mempunyai efek nyata pada
kecepatan metabolisme tubuh. Kelenjar ini juga menyekresikalsitonin; suatu
hormon yang penting untuk metabolisme kalsium. Tidak adanya sekresi tiroid sama
sekali biasanya menyebabkan laju metabolisme turun sekitar 40% di bawah normal
dan sekresi tiroksin yang berlebihan sekali dapat menyebabkan laju metabolisme
basal meningkat setinggi 60 sampai 100 persen di atas normal. Sekresi tiroid
terutama di atur oleh hormon perangsang tiroid yang di sekresi oleh kelenjar
hipofisis anterior.
Hormon yang paling banyak di sekresi oleh kelenjar tiroid adalah hormon
tiroksin. Akan tetapi, juga di sekresitriiodo tironin dalam jumlah sedang.
Fungsi kedua hormon ini secara kualitatif sama, tetapi berbeda dalam kecepatan
dan intensitas kerja. Triiodotironin kira-kira empat kali kekuatan tiroksin,
tetapi terdapat jauh lebih sedikit dalam darah dan menetap jauh lebih singkat.
Untuk membentuk tiroksin dalam jumlah normal, di butuhkan makan kira-kira 50 mg
yodium setiap tahun, atau kira-kira 1 mg per minggu. Untuk mencagah defisiensi
yodium, garam meja yang biasa di iodisasi dengan satu bagian natrium iodida
untuk setiap 100.000 bagian natrium klorida.
Sebelum Perang Dunia II banyak penyelidik di Indonesia menemukan kretin. Abu
Hanifah menemukan di daerah Kuantan 0,15% kretin di antara 50.000 penduduk.
Pfister (1928) menemukan pada suku Alas 17 kretin, 57 kretinoid dan 11 kasus
yang meragukan dari 12.000 penduduk; jumlah semuanya meliputi 0,73%. Eerland
(1932) menemukan 126 kretin di Kediri dan banyak kretinoid, sedangkan Noosten
(1935) menemukan juga kretin di Bali.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa definisi
Hipotiroidisme?
2.
Bagaimana
Asuhan Keperawatan Hipotiroidisme?
C. Tujuan
1. Tujuan
Umum
Mahasiswa
mampu menerapkan dan mengembangkan pola fikir secara ilmiah kedalam proses
asuhan keperawatan nyata serta mendapatkan pengalaman dalam memecahkan masalah
pada gangguan Hipotiroidisme.
2. Tujuan
Khusus
1.
Mendeskripsikan anatomi fisiologi Hipotiroidisme.
2.
Mendeskripsikan defenisi
Hipotiroidisme.
3.
Mendeskripsikan klasifikasi
Hipotiroidisme.
4.
Mendeskripsikan etiologi
Hipotiroidisme.
5.
Mendeskripsikan patofisiologi
Hipotiroidisme.
6.
Mendeskripsikan manefistasi klinis
Hipotiroidisme.
7.
Mendeskripsikan komplikasi Hipotiroidisme.
8.
Mendeskripsikan penatalaksanaan
Hipotiroidisme.
9.
Mendeskripsikan asuhan keperawatan
Hipotiroidisme.
D. Manfaat
1.
Manfaat
Sesuai dengan penulisan askep yang
membahas tentang Hipotiroidisme maka manfaat pada pembuatan makalah ini untuk
mengembangkan pengetahuan masyarakat dan perawat Hipotiroidisme.
2.
Manfaat Praktis
a. Bagi Pembaca
Askep ini
bermanfaat bagi pembaca untuk mengembangkan dan paham akan perawatan Hipotiroidisme.
b.
Bagi Penulis
Dengan
melakukan pembutan makalah ini, penulis dapat mengetahui dan memahami secara
spesifik tentang Hipotiroidisme.
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Anatomi fisiologi
Kelenjar tiroid gondok terletak di
leher bawah laring bagian depan kanan dan kiri panjangnya Cuma menyatu digaris
tengah dan beratnya kurang dari 20 gram. Kelenjar tiroid berfungsi mengatur
metabolism dan bertanggung jawab atas normalnya kerja sel tubuh. Kelenjar ini
memproduksi kelenjar tiroksin (T4) dan mengeluarkan hormone tersebut ke
pembuluh darah.
Yodium merupakan unsure penting
unsure penting hormone tersebut jika kelenjar tiroid kekurangan yodium maka
kelenjar akan bekerja lebih aktif dan membesar. Pada orang sehat kadar hormone
T3 dan T4 dipertahankan dalam batas normal oleh TSH. TSH diproduksi oleh
kelenjar hipofisis anterior di bagian otak dibelakang mata. Bila kadar hormone
tiroid menurun produksi TSH meningkat.
B.
Defenisi
Hipotiroidisme adalah satu keadaan penyakit disebabkan
oleh kurang penghasilan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.
Beberapa pasien dengan
hipotiroidisme mempunyai kelenjar tiroid yang mengalami atrofi atau tidak
mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan atau ablasi radioisotope,
atau akibat destruksi oleh antibody autoimun yang beredar dalam
sirkulasi. Cacat perkembangannya dapat juga menjadi penyebab tidak terbentuknya
kelenjar tiroid pada kasus hipotiroidisme kongenital. Goiter dapat terlihat
pada pasien hipotiroidisme dengan dapat herediter dalam biosintesis hormone
tiroid; pada penderita seperti ini terjadi peningkatan pelepasan TSH yang
menyebabkan pembesaran tiroid goiter dapat juga terlihat pada penderita tiroiditis
Hashimoto, suatu penyakit autoimun yang infiltrasi limfosit dan destruksi
kelenjar tiroidnya dikaitkan dengan antitiroglobulin atau antibodi mikrosomal
sel antiroid. Pasien dengan hipotoidisme sekunder mungkin menderita tumor
hipofisis dan defisiensi hormone-hormon trofik hipofisis lainya.
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan
dimana kelenjar tirod kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormone
tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema.
Hipotiroidisme
terjadi akibat penurunan kadar hormon tiroid dalam darah. Kelainan ini
kadang-kadang disebut miksedema.
Hipotiroidisme congenial atau
kretinisme mungkin sudah timbul sejak lahir, atau menjadi nyata dalam beberapa
bulan pertama kehidupan. Nanifestasi dini kritenisme antara lain ikterus
fisiologik yang menetap, tangisan parau, konstipasi, somnolen, dan kesulitan
untuk mencapai perkembangan normal. Anak yang menderita hipotiroidisme congenital
memperlihatkan tubuh yang pendek; profil kasar, lidah menjulur kkeluar; hidung
yang lebar dan rata; mata yang jaraknya jauh; rambut jarang; kulit kering;
perut menonjol; dan hernia umbilikalis.
Pemeriksaan radiologi rangka
menunjukkan tulang yang mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan, disgenesis
spifisis, dan keterlambatan perkembangan gigi. Komplikasi utama dari
hipotiroidisme congenial dan hipotiroidisme juvenilis yang tidak diketahui dan
tidak diobati adalah retardasi mental. Keadaan ini dapat dicegah dengan
memperbaiki hipotiroidisme secara dini. Para ahli medis yang merawat bayi baru
lahir dan bayi kecil harus menyadari kemungkinan ini.
C. Klasifikasi
Secara klinis dikenal 3 hipotiroidisme, yaitu :
1.
Hipotiroidisme sentral, karena
kerusakan hipofisis atau hypothalamuS.
2.
Hipotiroidisme primer apabila yang
rusak kelenjar tiroid.
3.
Karena sebab lain, seperti
farmakologis, defisiensi yodium, kelebihan yodium, dan resistensi perifer.
Yang paling banyak ditemukan adalah hipotiroidisme
primer. Oleh karena itu, umumnya diagnosis ditegakkan berdasar atas TSH
meningkat dan fT4 turun. Manifestasi klinis hipotiroidisme tidak tergantung
pada sebabnya.
Namun, pada Buku Ilmu Kesehatan Anak, hipotiroidisme terbagi atas 2
berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1. Bawaan (kretinisme)
a)
Agenesis atau disgenesis kelenjar
tiroidea.
b)
Kelainan hormogonesis
- Kelainan
bawaan enzim (inborn error)
- Defisiensi
yodium (kretinisme endemik).
- Pemakaian
obat-obat anti tiroid oleh ibu hamil (maternal)
2. Didapat
Biasanya
disebut hipotiroidisme juvenilis. Pada keadaan ini terjadi atrofi kelenjar yang
sebelumnya normal. Panyebabnya adalah :
a.
Idiopatik (autoimunisasi).
b.
Tiroidektomi
c.
Tiroiditis (Hashimoto, dan
lain-lain).
d.
Pemakaian obat anti-tiroid.
e.
Kelainan hipofisis.
f.
Defisiensi spesifik TSH
D.
Etiologi
Hipotiroidisme dapat
terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Apabila
disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan
disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik
negative oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila
hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah
disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena. tidak
adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroidisme yang
disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH,
dan TRH.
Penyakit Hipotiroidisme
1. Penyakit Hashimoto, juga
disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat adanya otoantibodi yang merusak
jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan
kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal, Penyebab tiroiditis
otoimun tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan genetic untuk
mengidap penyakit ini. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis.
Hashimoto.Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan
hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar
yang masih berfungsi.
2. Penyebab kedua tersering
adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif maupun
pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme.
3. Gondok endemik adalah
hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan. Gondok adalah pembesaran
kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodiurn terjadi gondok karena sel-sel tiroid
menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalarn usaha untuk menyerap sernua
iodium yang tersisa dalam. darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH
dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan balik.Kekurangan yodium jangka
panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif
(hipotiroidisme goitrosa).
4. Kekurangan yodium jangka
panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di negara terbelakang.
5. Karsinoma tiroid dapat,
tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi untuk kanker
yang jarang dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat
penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk mengbancurkan jaringan tiroid.
Semua pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi,
terutama masa anak-anak, adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga
dapat meningkatkan risiko pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut
merangsang proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.
E.
Patofisiologi
Kelenjar tiroid membutuhkan iodine
untuk sintesis dan mensekresi hormone tiroid. Jika diet seseorang kurang
mengandung iodine/ jika produksi dari hormone tiroid. Tertekan untuk alas an
yang lain, tiroid akan membesar sebagai usaha untuk kompendasi dari kekerangan
hormone. Pada keadaan seperti ini goiter merupakan adaptasi penting pada suatu
defisiensi respon untuk meningkatkan respon sekresi pituitary dari TSH. TSH
menstimulasi tiroid untuk mensekresi T4 lebih banyak ketika level T4 darah
rendah. Biasanya, kelenjar akan membesar dan itu akan menekan struktur di
leher dan dada menyebabkan gejala respirasi disfagia.
Penurunan tingkatan dari hormone tiroid mempengaruhi
BMR secara lambat dan menyeluruh. Perlambatan ini terjadi pada seluruh proses
tubuh mengarah pada kondisi achlorydria, brakikardi, fungsi pernapasan menurun
dan suatu penurunan suatu produksi panas tubuh.
Perubahan yang paling penting
menyebabkan penurunan tingkat hormone tiroid yang mempengaruhi metabolism
lemak. Ada suatu peningkatan hasil kolesterol dalam serum dan level
trigliserida dan sehingga klien berpotensi mengalami aterosklerosis dan
penyakit jantung koroner. Akumulasi proteoglikan hidrophilik dirongga
interestinal seperti rongga pleura, kardiak dan abdominal sebagai tanda dari
miksidema.
Hormone tiroid biasanya berperan dalam produksi sel
darah merah, jadi klien dengan tiroidisme biasanya menunjukkan tanda anemia
karena pembentukan eritrosit yang tidak optimal dengan kemungkinan kekurangan
vitamin B12 dan asam folat.
F. Manifestasi
klinis
Ø
Kekurangan hormon tiroid menyebabkan
melambatnya fungsi tubuh. Gejalanya ringan dan timbul secara bertahap, bisa
disalahartikan sebagai depresi.
Ø
Ekspresi wajah menjadi tumpul, suara
menjadi serak dan berbicara menjadi lambat, kelopak mata menutup dan mata serta
wajah menjadi bengkak.
Ø
Banyak penderita yang mengalami
penambahan berat badan, sembelit dan tidak tahan terhadap cuaca dingin.
Ø
Rambut menjadi tipis, kasar dan
kering; kulit menjadi kasar, kering, bersisik dan menebal.
Ø
Banyak penderita yang mengalami
sindroma terowongan karpal.
Ø
Denyut nadi bisa melambat, telapak
tangan dan telapak kaki tampak agak oranye (karotenemia) dan alis mata bagian
samping mulai rontok.
Ø
Beberapa penderita, terutama yang
berusia lanjut, menjadi pelupa, bingung dan pikun.
Jika tidak diobati, pada akhirnya
akan terjadi anemia dan gagal jantung.
Ø
Keadaan ini
bisa berkembang menjadi stupor atau koma (koma miksedema). Keadaan ini bisa
berakibat fatal; pernafasan menjadi lambat, penderita mengalami kejang dan
aliran darah ke otak berkurang.
Koma miksedema bisa dipicu oleh:
·
cuaca dingin
·
infeksi
·
trauma
·
obat-obatan
(misalnya obat penenang yang menekan fungsi otak).
F. Komplikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat
mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat
berkernbang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi,
selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang
tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat
besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106
oF), dan, apabila tidak diobati, kematian Penyakit jantung Hipertiroid,
oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada
pengobatan dengan obat antitiroid. Krisis tiroid: mortalitas.
G. Penatalaksaan
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa
yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme
termasuk hipotermi tanpa menggigi,hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan
penurunan kesadaran hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan
HT dan stabilisasi semua gejala. Dalam keadaan darurat (misalnya koma
miksedem), hormon tiroid bisa diberikan secara intravena.
Tes-tes laboratium yang digunakan
untuk memastikan hipotiroidisme antara lain: kadar tiroksin dan dan
triyodoronin serum yang rendah, BMR yang rendah, dan peningkatan kolesterol
serum. Kadar TSH serum mungkin tinggi mungkin pula rendah, bergantung pada
jenis hipotiroidisme. Pada hipotiroidisme primer, kadar TSH serum akan tinggi,
sedangkan kadar tiroksin rendah. Sebaliknya, kedua pengukuran tersebut akan
rendah pada pasien dengan hipotiroidisme sekunder.
Pengobatan hipotiroidisme antara
lain dengan pemberian tiroksin, biasanya dimulai dalam dosis rendah (50
µg/hari), khususnya pada pasien yang lebih tua atau pada pasien dengan
miksedema berat, dan setelah beberapa hari atau minggu sedikit demi sedikit
ditingkatkan sampai akhirnya mencapai dosis pemeliharaan maksimal 150 µg/hari.
Pada dewasa muda, dosis pemeliharaan maksimal dapat dimulai secepatnya.
Pengukuran kadar TSH pada pasien hipotiroidisme primer dapat digunakan untuk
menentukan manfaat terapi pengganti. Kadar ini harus dipertahankan dalam
kisaran normal. Pengobatan yang adekuat pada pasien dengan hipotiroidisme
sekunder sebaiknya ditentukan dengan mengikuti kadar tiroksin bebas.
Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan
hormon tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang
banyak disukai adalah hormone tiroid buatan T4. Bentuk yanglain adalah tiroid
yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan).
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan
hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan
efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH
kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita.
Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik
sebagai pengganti hormone tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan
dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi,
atau pembedahan.
H. PATHWAY
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Dampak penurunan
kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah
pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak mungkin
informasi antara lain :
1. Anamnesis
Identitas
klien
Meliputi
nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
a. Riwayat
Kesehatan
Keluhan utama klien
mencakup gangguan pada berbagai
sistem tubuh;
1.
Sistem pulmonary : Hipovenilasi, efusi
pleura, dipsnea.
2.
Sistem pencernaan : anoreksia,
opstipasi, distensi abdomen.
3.
Sistem
kardiovaslkuler : Bradikardi, distrimia, cardiomegali.
4.
Sistem musculoskeletal : nyeri otot,
kontraksi dan relaksasi otot lambat
5.
Sistem neurologik dan Emosi/psikologis :
fungsi intelektual lambat, berbicara lambat dan terbata – bata, gangguan memori.
6.
Sistem reproduksi : perubahan ovulasi,
anovulasi, dan penurunan libido.
7.
Metabolik : penurunan metabolism basal,
penurunan suhu tubuh, intoleransi terhadap dingin
b.
Riwayat penyakit saat ini
Riwayat penyakit
sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kelenjar teroid yang mengalami
atrofi. Perawat harus menanyakan dengan jelas tentang gejala yang timbul
seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk
c.
Riwayat penyakit dahulu
Kaji riwayat
penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau
menjadi predisposisi.
d. Riwayat
kesehatan klien dan keluarga.
Sejak kapan klien menderita penyakit
tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
e.
Kebiasaan hidup sehari-hari seperti :
- Pola makan
- Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk
tidur).
- Pola aktivitas.
f.
Riwayat Psikososial
Klien sangat
sulit membina hubungan sosial dengan lingkungannya, mengurung diri. Keluarga
mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari.
Kajilah bagaimana konsep diri klien mencakup kelima komponen konsep diri.
2.
Pemeriksaan
Fisik
a.
Penampilan secara umum; amati wajah
klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong
serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat
lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin
dan pucat.
b.
Nadi lambat dan suhu tubuh menurun.
c.
Perbesaran
jantung.
d.
Disritmia dan hipotensi.
e.
Parastesia dan reflek tendon menurun
3. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum
- Pemeriksaan
TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan TSH
serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal).
B. Diagnosa
Keperawatan
1.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi.
2.
Konstipasi berhubungan dengan
penurunan fungsi gastrointestinal.
3.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
penurunan ATP akibat penurunan metabolisme tubuh.
4.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
perubahan status kesehataan terhadap adanya pembesaran pada leher.
C.
Intervensi Keperawatan
|
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
|
Rencana keperawatan
|
|
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|
|
Pola Nafas tidak
efektif berhubungan dengan depresi
ventilasi.
|
NOC:
vRespiratory status : Ventilation
vRespiratory status : Airway patency
vVital sign Status
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama ………..pasien menunjukkan keefektifan pola nafas,
dibuktikan dengan kriteria hasil:
vMendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dg mudah, tidakada pursed lips)
vMenunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal,
tidak ada suara nafas abnormal)
vTanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)
|
NIC:
·
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
·
Pasang mayo bila perlu
·
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
·
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
·
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
·
Berikan bronkodilator :
-…………………..
…………………….
·
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
·
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
· Monitor
respirasi dan status O2
v
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
v Pertahankan jalan nafas yang paten
v Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
v
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
v
Monitor vital
sign
v
Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik
relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
v
Ajarkan bagaimana batuk efektif
v Monitor pola nafas
|
|
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
|
Rencana keperawatan
|
|
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|
|
Konstipasi berhubungan dengan penurunan
fungsi gastrointestinal.
|
NOC:
v Bowl Elimination
v Hidration
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. konstipasi pasien
teratasi dengan kriteria hasil:
v Pola BAB dalam batas normal
v Feses lunak
v Cairan dan serat
adekuat
v Aktivitas adekuat
v Hidrasi adekuat
|
NIC :
Manajemen
konstipasi
-
Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan
konstipasi
-
Monitor tanda-tanda ruptur bowel/peritonitis
-
Jelaskan penyebab dan rasionalisasi tindakan pada pasien
-
Konsultasikan dengan dokter tentang peningkatan dan
penurunan bising usus
-
Kolaburasi jika ada tanda dan gejala konstipasi yang
menetap
-
Jelaskan pada pasien manfaat diet (cairan dan serat)
terhadap eliminasi
-
Jelaskan pada klien konsekuensi menggunakan laxative
dalam waktu yang lama
-
Kolaburasi dengan ahli gizi diet tinggi serat dan
cairan
-
Dorong peningkatan aktivitas yang optimal
-
Sediakan privacy dan keamanan selama BAB
|
|
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
|
Rencana keperawatan
|
||||
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
||||
|
Intoleransi aktivitas Berhubungan dengan penurunan ATP akibat penurunan
metabolisme tubuh.
|
NOC :
v Self Care : ADLs
v Toleransi aktivitas
v Konservasi eneergi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
…. Pasien bertoleransi
terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil :
v Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
v Mampu melakukan
aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
v Keseimbangan aktivitas
dan istirahat
|
NIC :
v Observasi adanya
pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
v Kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
v Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
v Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
v Monitor respon
kardivaskuler terhadap aktivitas
(takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
v Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat pasien
v Kolaborasikan
dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang
tepat.
v
Bantu
klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
v
Bantu
untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
v
Bantu
untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
v
Bantu
untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda,
v Bantu
untuk mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
v Bantu
klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
v Bantu
pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
v
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri
|
|||
|
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
|
Rencana keperawatan
|
||||
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
||||
|
Gangguan body image berhubungan dengan perubahan
status kesehataan terhadap adanya pembesaran pada leher.
|
NOC:
v Body image
v Self esteem
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama ….
gangguan body image
pasien teratasi dengan kriteria hasil:
v Body image positif
v Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
v Mendiskripsikan secara
faktual perubahan fungsi tubuh
v Mempertahankan
interaksi sosial
|
NIC :
Body image
enhancement
-
Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap
tubuhnya
-
Monitor frekuensi mengkritik dirinya
-
Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan
prognosis penyakit
-
Dorong klien mengungkapkan perasaannya
-
Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat
bantu
-
Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok
kecil
|
|||
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. 1995. Fisiologi Manusia.
Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6, volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002. Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Volume 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wilkinson,Judith
M, dan Ahern, Nancy R.2011. BukuSakuDiagnosaKeperawatan
:Diagnosa NANDA, Intervensi NIC,KeriteriaHasil NOC.Jakarta:EGC

0 comments:
Post a Comment